Standar Kelistrikan
Ukuran Standar Kelistrikan
Ukuran standar dalam pengukuran sangat penting, karena sebagai acuan dalam peneraan alat ukur yang diakui oleh komunitas internasional. Ada enam besaran yang berhubungan dengan kelistrikan yang dibuat sebagai standart, yaitu standar amper, resistansi, tegangan, kapasitansi, induktansi, kemagnetan dan temperatur.
1. Standar ampere, menurut ketentuan Standar Internasional (SI) adalah arus konstan yang dialirkan pada dua konduktor didalam ruang hampa udara dengan jarak 1 meter, diantara kedua penghantar menimbulkan gaya = 2 x 10-7 newton/m panjang.
2. Standar resistansi, menurut ketentuan SI adalah kawat alloy manganin resistansi 1Ώ yang memiliki tahanan listrik tinggi dan koefisien temperature rendah, ditempatkan dalam tabung terisolasi yang menjaga dari perubahan temperatur atmospher.
3. Standar tegangan, ketentuan SI adalah tabung gelas Weston mirip huruf H memiliki dua elektrode, tabung elektrode positip berisi elektrolit mercury dan tabung electrode negatip diisi elektrolit cadmium, ditempatkan dalam suhu ruangan. Tegangan electrode Weston pada suhu 20°C sebesar 1.01858 V.
4. Standar Kapasitansi, menurut ketentuan SI, diturunkan dari standart resistansi SI dan standar tegangan SI, dengan menggunakan sistem jembatan Maxwell, dengan diketahui resistansi dan frekuensi secara teliti akan diperoleh standar kapasitansi (Farad).
5. Standar Induktansi, menurut ketentuan SI, diturunkan dari standar resistansi dan standar kapasitansi, dengan metode geometris, standar induktor akan diperoleh.
6. Standart temperature, menurut ketentuan SI, diukur dengan derajat Kelvin besaran derajat kelvin didasarkan pada tiga titik acuan air saat kondisi menjadi es, menjadi air dan saat air mendidih. Air menjadi es sama dengan 0°Celsius = 273,16°Kelvin, air mendidih 100°C.
7. Standar luminasi cahaya, menurut ketentuan SI adalah Kandela yaitu yang diukur berdasarkan benda hitam seluas 1 m2 yang bersuhu hk lebur platina ( 1773 oC ) akan memancarkan cahaya dalam arah tegak lurus dengan kuat cahaya sebesar 6 x 105 kandela.
STANDARDISASI
Merujuk
kepada terminologi, Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus
semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan,
keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang.
Memperhatikan
pentingnya standar maka penyusunan standar adalah suatu proses yang dikenal
dengan proses Standardisasi. Dilihat dari kegiatannya Standardisasi adalah
merupakan serangkaian kegiatan perumusan (termasuk revisi), penetapan dan
penerapan standar yang dilaksanakan secara tertib dan teratur serta bekerjasama
dengan para stakeholder bidang ketenagalistrikan
Memperhatikan
terminologi diatas, sangat jelas bahwa peran pemerintah dalam standarisasi di
suatu negara sangat kuat. Sejarah standarisasi di Indonesia bisa dikatakan
terus berkembang. Di masa pemerintahan kolonial Belanda standarisasi standar
kelistrikan di Indonesia mengacu kepada standar yang berlaku di negeri Belanda,
namun di dalam perjalanannya setelah Indonesia merdeka, standar kelistrikan
yang diacu di Indonesia semakin beragam dan sangat di warnai oleh negara asal
sumber pendanaan pembangunan instalasi listrik, misalnya tenaga listrik yang
digunakan di intalasi penyediaan tenaga listrik di perusahaan minyak dan gas
yang dimiliki oleh perusahaan yang berbasis di amerika serikat frekuensinya
adalah 60 Hz, standar peralatan tenaga listrik di Indonesia ada yang mengacu
kepada Standar Belanda (VDF), Standar Jepang (JIS) , Standar Inggris (BS) dan
Standar IEC (International Electrotecnical Commission) .
Secara
kronologis sejarah standardisasi dibidang ketenagalistrikan sudah berlangsung
lama dimulai dari pembakuan-pembakuan standar peralatan dan instalasi di PT.
PLN (Persero) yang dikenal sebagai Standar PLN (SPLN) sebagai pelaksanaan
ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Nomor 023-PRT-1978
tentang Peraturan Instalasi Listrik.
Dalam
Undang Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, Pasal 17
ditetapkan bahwa "Syarat-syarat penyediaan, pengusahaan, pemanfaatan,
instalasi, dan standardisasi ketenagalistrikan diatur oleh Pemerintah."
Pemerintah dalam hal ini Departemen Pertambangan dan Energi melakukan kegiatan
standardisasi yang dikenal dengan Standar Listrik Indonesia (SLI).
Dengan
adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, maka Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
merupakan salah satu instansi teknis melalui Panitia Teknis mempunyai
kewenangan untuk melakukan perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia
(RSNI) Bidang Ketenagalistrikan. Setelah melalui konsensus dari semua pihak
yang terkait serta para pemangku kepentingan kemudian RSNI ditetapkan menjadi
Standar Nasional Indonesia (SNI) oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional).
Sesuai
dengan peraturan peraturan yang ditetapkan BSN (Badan Standardisasi Nasional),
bahwa standar yang berlaku di Indonesia yaitu SNI, maka tahap demi tahap
standar ketenagalistrikan yang lainnya akan diajukan ke BSN untuk mendapat
persetujuan menjadi SNI.
Sasaran
utama dalam pelaksanaan standardisasi, adalah meningkatnya ketersediaan Standar
Nasional Indonesia (SNI) yang mampu memenuhi kebutuhan industri dan pekerjaan
instalasi guna mendorong daya saing produk dan jasa dalam negeri, secara umum
SNI mempunyai manfaat, sebagai berikut:
a) dari sisi produsen
Terdapat
kejelasan target kualitas produk yang harus dihasilkan sehingga terjadi
persaingan yang lebih adil;
b) dari sisi konsumen
Dapat
mengetahui kualitas produk yang ditawarkan sehingga dapat melakukan evaluasi
baik terhadap kualitas maupun harga;
c) dari
sisi Pemerintah
Dapat
melindungi produk dalam negeri dari produk-produk luar yang murah tapi tidak
terjamin kualitas maupun keamanannya, dan meningkatkan keunggulan kompetitif
produk dalam negeri di pasaran internasional.
Untuk
lebih meningkatkan perlindungan terhadap produk dan jasa dalam negeri,
perlindungan konsumen terutama ditinjau dari sisi keselamatan, keamanan,
kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau
pertimbangan ekonomis di bidang ketenagalistrikan, Standar Nasional Indonesia
(SNI) dapat diberlakukan sebagai standar wajib oleh instansi teknis (dalam
bidang ketenagalistrikan yaitu Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral c.q.
Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi) baik sebagian atau
keseluruhan spesifikasi teknis dan atau parameter yang ada dalam Standar
Nasional Indonesia.
Sebagai
pelaksanaan ketentuan UU Nomor 15 Tahun 1985 pasal 17, pemerintah telah
menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Tenaga Listrik yang telah dirubah beberapa kali dan terakhir dengan
PP Nomor 26 Tahun 2006 dimana dalam Pasal 24 ditetapkan bahwa Menteri
menetapkan Standar Ketenagalistrikan IndonesiaIndonesia berdasarkan persetujuan
Badan Standardisasi Nasional.
Sebagai
pelaksanaan aturan tersebut diatas telah ditetapkan pula satu Peraturan
Menteri Nomor 0027 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pembubuhan Tanda SNI dan Tanda
Keselamatan.
Terkait
dengan pemberlakuan SNI sebagai sebagai acuan teknis wajib, Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral telah menetapkan beberapa SNI sebagai acuan wajib bagi
produk peralatan dan peranti, yaitu:
a) PUIL 2000
( Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000)
b) Frekuensi
standar
c) Tanda
Keselamatan "S"
d)
Keselamatan Pemanfaat Tenaga Listrik untuk rumah tangga dan sejenisnya
e) Pemutus
Sirkit Untuk Arus Lebih (MCB)
f)
Sakelar
g) Tusuk kontak dan kotak kontak